Senin, 09 Februari 2015

Analisis Komparatif Potensi Industri Halal dalam Wisata Syariah dengan Konvensional

oleh: M. Maulana Hamzah dan Yudi Yudiana


A. Pendahuluan
A.1. Potret dan Potensi Pariwisata Bagi Ekonomi Indonesia
Indonesia adalah negara dengan baragam kekayaan, baik dari sumber daya alam hingga keunikan sumber daya manusianya. Kolaborasi dari dua anugerah Allah inilah yang menciptakan budaya bangsa yang santun dan gotong royong. Namun dengan maraknya arus globalisasi, budaya yang indah itu kian terlupakan. Banyak anak bangsa yang tidak mengenal budayanya, dan banyak dari masyarakat dunia yang hanya mengenal Indonesia dari korupsi, teroris dan kesan buruk lainnya. Hal ini mempengaruhi persepsi masayarakat dunia terhadap Indonesia, persepsi buruk ini tentu akan mempengaruhi peran Indonesia dikancah internasional, baik dari segi politik hingga ekonomi.
Maka dari itu salah satu cara memperkenalkan budaya bangsa, kiranya perlu dikembangkan konsep pariwisata yang baik. Apalagi sektor ini memilki kontribusi yang cukup tinggi bagi ekonomi Indonesia. Hingga tahun 2013, sektor pariwisata menepati ranking ke 4 dari 12 komoditas unggulan di Indonesia dengan total sumbangan devisa sebesar 10.054 juta dolar.

Tabel 1.Ranking Devisa Pariwisata Tahun 2009 - 2013 Sumber: BPS. Jan 2014
Hal ini tentu merupakan potensi yang harus dioptimalkan, apalagi mengingat 3 komoditas unggulan teratas adalah komoditas sumber daya alam yang tak terbarukan dan rata-rata masih dikelola oleh pihak asing. Diantara keunggulan sektor pariwisata dibanding komoditas lain adalah ramah lingkungan, terbukanya lapangan kerja baru, berkembanganya industri kerajinan lokal dan modal mimimum. Karena modal utama dari industri pariwisata adalah modal alam dan budaya.


Namun dibalik imbas positif diatas, pariwista juga memiliki dampak negatif yang harus diantisipasi. Pertama, ketika suatu wilayah tertentu berkembang menjadi destinasi pariwisata, maka permintaan akan produk lokal dan tanah di wilayah tersebut akan meningkat, sehingga harga akan terus meningkat. Sebagai contoh, jika pakaian tradisional di suatu daerah sangat diminati oleh wisatawan, maka peningkatan harga secara berkelanjutan akan menyebabkan penduduk setempat tidak lagi mampu membeli pakaian tradisional mereka sendiri dan mungkin harus beralih untuk memakai pakaian dengan kain yang harganya jauh lebih murah tetapi merupakan produk impor.[1]Kedua, dari hasil penelitian the United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) disebutkan bahwa sebagian keuntungan yang dihasilkan dari sektor pariwisata internasional akan kembali ke negara asal wisatawan. Kebocoran devisa (leakage) dapat terjadi antara lain karena: makanan dan minuman dan peralatan yang digunakan hotel/sarana akomodasi yang harus diimpor; gaji yang dibayarkan kepada tenaga kerja asing; dan sebagainya. Ketiga, kegiatan di sektor pariwisata dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang serius. Dan yang terkahir keempat, politisasi sektor pariwisata juga dapat terjadi dalam hal-hal tertentu.[2]
Maka untuk mengantisipasi dampak negatif dari pariwisata diatas perlu diterapkan konsep wisata yang sesuai dengan budaya mayoritas di Indonesia. Konsep itu adalah wisata syariah. Kenapa Syariah, hal itu mengingat Indonesia adalah negara dengan 87% penduduknya adalah muslim dan mewakili lebih dari 13% total populasi muslim dunia.
Tabel 2. 10 Negara dengan Jumlah Muslim Terbanyak
Pew Research Center’s Forum on Religion & Public Life. Pewforum.org
Maka dari itu konsep wisata syariah secara teori akan mampu menangkal dampak negatif dari kebocoran deviasa diatas, Karena diterapkan berdasarkan asas budaya islam dan akad – akad yang bertujuan mashlahah. Namun untuk pengembangannya perlu dilakukan tinjauan komparatif dengan wisata konvensional sebagai benchmark untuk melihat tantangan dan peluangnya secara praktis. Dengan harapan bisa menghasilkan sintesa yang objekif dan komprehensif terhadap konsep pengembangan wisata syariah yang ideal di Indonesia. 
Istilah syariah digunakan di Indonesia untuk menunjukkan penggunaan sistem Islami dalam melakukan aktivitas ekonomi. Dimulai pada Industri Perbankan Syariah, yang dimulai pada tahun 1992, kemudian diikuti oleh sektor lainnya, seperti Asuransi Syariah, Pegadaian Syariah, dan sejak tahun 2013 yang lalu, kini muncul trend Hotel Syariah dan Wisata Syariah. Istilah syariah adalah prinsip-prinsip hukum Islam sebagaimana yang diatur fatwa dan/atau telah disetujui oleh Majelis Ulama Indonesia.[3]

A. 2. Definisi dan Struktur Pariwisata (syariah dan Konvensional)
Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata (Undang-Undang Pariwisata no 10 tahun 2009). Pada dasarnya organisasi kepariwisataan adalah suatu badan yang langsung bertanggung jawab terhadap perumusan dan pelaksana kebijakan kepariwisataan dalam ruang lingkup nasional maupun internasional yang secara langsung melakukan pengawasan dan memberi arahan dalam pengembangan kepariwisataan. Dalam prakteknya ada selalu ada sinergi antara pemerintah dan pihak swasta. Ada tiga faktor yang menentukan berhasilnya pengembangan pariwisata sebagai suatu industri. Ketiga faktor tersebut adalah:
1.      Tersedianya objek dan atraksi wisata, yaitu segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah tujuan.
2.      Adanya fasilitas accessibility, yaitu Prasarana dan sarana perhubungan dengan segala fasilitas, sehingga memungkinkan para wisatawan mengunjungi suatu daerah tujuan.
3.      Tersedianya fasilitas amenities,yaitu sarana kepariwisataan yang dapat memberikan pelayanan pada wisatawan selama dalam perjalanan wisata ayang dilakukan.[4]
Sedangkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyatakan bahwa, Wisata Syariah didefinisikan sebagai kegiatan yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah yang memenuhi ketentuan syariah. Pariwisata syariah memiliki karakteristik produk dan jasa yang universal, keberadaannya dapat dimanfaatkan oleh banyak orang. Produk dan jasa wisata, objek wisata, dan tujuan wisata dalam pariwisata syariah adalah sama dengan produk, jasa, objek dan tujuan pariwisata pada umumnya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan etika syariah. Jadi, tidak terbatas hanya pada wisata religi.[5]

A.2.1. Perbedaan Wisata Syariah dan Konvensional
Pada dasarnya pariwisata syariah sama seperti pariwisata pada umumnya hanya saja konsep ini secara eksplisit akan memberi beberapa batasan, dengan tujuan memberi kenyamanan untuk bersyariah. Bagi wisatawan non muslim, aturan ini mungkin akan terkesan mengekang kebebasan dan kebiasaan lama mereka. Namun secara ekonomi justru akan membuat segmentasi dan memberikan kesan unik. Kesan inilah yang akan meningkatkan daya tarik dan nilai jual. Maka dalam pengelolaannya perlu dijaga dan dijadikan tradisi sehingga setiap wisatawan yang datang akan merasakan pengalaman yang baru, untuk  dicoba, di ketahui, dan di bagi dengan kelogenya saat ia kembali.
Lalu bagaimana konsep wisata syariah yang ideal? Sebelum membahas lebih jauh ada dua hal yang harus dipahami. Pertama, modal awal membangun industri pariwisata Islami adalah kebudayaan Islam yang tumbuh dan berkembang di Indonesia dalam hal ini budaya masyarakat, seperti budaya kegiatan agama di masjid, pernikahan, musik hingga ikon yang terkenal seperti ondel-ondel, kuda lumping dan lain-lain. Semua budaya dan adat istiadaat itu berjalan beriringan dengan budaya Islam. Inilah yang membuat suku-suku di Indonesia memililki budaya yang unik dan majemuk sebagai hasil percampuran elemen Cina, Arab, Portugis, dan Belanda.[6]
Kedua, pada awalnya kita harus membangun paradigma bahwa dalam konsep wisata syariah tidak ada perubahan apapun tentang destinasi wisata. Poin pembedanya disini adalah kenyamanan dalam beribadah, kemudahan mendapatkan produk pangan halal, serta lingkungan yang syar’i dan bebas maksiat baik dari pelayanan, fasilitas penunjang, lingkungan hotel, spa hingga restoran. Dalam hal ini Kemenkraf bekerja sama dengan MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah menetapkan standarisasi hotel, spa dan restoran yang berbasis syariah. Jadi apapun destinasi wisatanya, 2 faktor diatas adalah syarat mutlak sebuah wisata dapat disebut sesuai syariah.
Konsep wisata syariah adalah sebuah kebutuhan. Indonesia yang mayoritas muslim, tentu tidak relevan bila konsep pariwisatanya mengacu pada budaya barat. Apalagi trend wisata, kini sangat dinamis. Menurut Esty Reko Astuti selaku Direktur Jenderal Pemasaran Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sektor turis pariwisata syariah muslim global pada tahun 2012  mencapai USD 137 miliar, dan di 2018 diprediksi akan berkembang jadi USD 181 miliar. Peluang ini tentu harus segera di tangkap oleh Indonesia, kalau tidak mau tertinggal dari negara tetangga. Selain itu konsep wisata syariah yang terimplementasi dengan baik akan menjaga eksistensi Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.

A.2.2. Wisata Syariah Indonesia dan Perkembangan Global
Bila kita melihat praktek wisata syariah di negara-negara yang muslimnya minoritas seperti Prancis, Jepang dan Thailand. Salah satu strateginya adalah membuat “brand halal”. Trend makanan halal ini sudah menjamur di Eropa dan negara maju lainnya. Strategi ini sangat baik dalam menggaet pasar non muslim, mereka cenderung ingin mencoba. Apalagi dari sisi kesehatan makanan halal cenderung lebih baik dari yang non halal. Maka salah satu cara mempopulerkan wisata syariah bagi pasar non-muslim adalah dengan menciptakan pusat kuliner halal. Yang mana didalamnya ada edukasi tentang keunggulan makanan halal dibanding yang non halal.
Di Indonesia, melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sudah menetapkan 9 destinasi wisata syariah yaitu Sumatra Barat, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Makassar dan Lombok.[7]
Sejauh ini, Kemenparekraf bersama beberapa pihak terkait sudah meyepakati pedoman wisata syariah, antara lain standar yang harus dipenuhi oleh hotel, restoran, biro perjalanan, pemandu wisata yang sesuai dengan kaidah syariah. Saat ini, pedoman tersebut telah berlangsung cukup efektif di hotel seperti penyediaan alat Sholat, petunjuk arah Sholat, penyediaan makanan bersertifikasi halal, dan lain-lain.[8]
            Diantara sektor pariwisata syariah diatas, kami memfokuskan diri ke produk halal syariah. Hal ini dikarenakan industri halal syariah sejalan dengan pola ekonomi indoensia yang bersifat agraris. Pengembangan produk pangan dari hulu ke hilir yang sekarang sangat gencar di lakukan pemerintah guna meningkatkan daya saing, dan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini industri pangan halal dapat meningkatkan daya saing produk pangan Indonesia di tingkat global. Selain itu, dengan adanya sertifikasi halal ini akan menjadi daya traik untuk mengundang wisatawan mancanagera baik yang muslim maupun non muslim untuk bersilaturrahmi dan membuka peluang kerja baru, meningkatkkan produksi, bertukar budaya dan pada kahirnaya meningkatkan mashlahat baik dari bidang ekonomi maupun sosial.

B. Pembahasan
B.1. Potensi Wisata Syariah di Indonesia
B.1.1. Anjuran Berwisata Dalam Islam
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk bepergian, bahkan salah satu ulama Islam yang cukup terkenal bernama Ibnu Batutah, adalah salah satu explorer ulung asal maroko yang dikenal baik didunia barat maupuan islam. Dalam bahasa islam kita mengenal istilah hijrah, berpindahnya seseorang (baik secara temporer maupun permanen) dari suatu tempat ke tempat lainnya yang lebih baik, karena dalam hijrah setidaknya ada tiga manfaat. Mendapatkan ilmu yang baru, mendapatkan saudara yang barudan terbukanya pintu rejeki. Karena hakikatnya Allah SWT sengaja telah menciptakan manusia dengan beragam suku dan budaya untuk saling mengenal, memahami budaya masing-asing untuk kemudian membuka pikirannya untuk kian bertakwa kepadaNya. Dalam surat al- Hujurat ayat 13 Allah SWT berfirman:
يَٰٓأَيُّهَاٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣
13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal
قُلۡ سِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ بَدَأَ ٱلۡخَلۡقَۚ ثُمَّ ٱللَّهُ يُنشِئُ ٱلنَّشۡأَةَٱلۡأٓخِرَةَۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ٢٠
20. Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (Al-Ankabut ; 20)
Dalam surat al-ankabut diatas Allah SWT juga mengisyaratkan untuk berjalan dimuka bumi sebagai lahan yang telah Allah hamparkan bagi manusia untuk dijelajahi, dan dipelajari untuk kemudian diambil hikmahnya. Sehingga setiap muslim semakin dekat dengan keyakinanNya. Dan setiap non-muslim jadi tersadar dengan keagungan tuhan, lebih mengenal islam sebagai agama yang damai dan rohmatan lil alamin. Sehingga dapat menghilangkan kesan islamophobia yang selama ini banyak berkembang dalam arus pemikiran barat.
Dalam hadits juga dikatakan yang artinya :
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya pada saat istimewanya. “ Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah saw, apakah saat istimewa itu? Beliau bersabda, “Hari dan malam pertamanya. Bertamu itu adalah tiga hari. Kalau lebih dari tiga hari, maka itu adalah sedekah.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Tamu yang disebut di dalam hadits di atas mencakup tamu mukmin maupun kafir. Kata “dhaifahu” termasuk dalam lafadz umum, sehingga mencakup semua jenis tamu; baik tamu mukmin, kafir, laki-laki, maupun perempuan. Semua tamu wajib disambut dan dimuliakan serta dihormati berdasarkan nash-nash hadits di atas. Seorang muslim juga diperintahkan untuk memenuhi hak-hak tamu, sekadar dengan kemampuannya.[9]

B.1.2. Peluang dan Tantangan Wisata Syariah
Survei Thomson Reuther dan Dinar Standard menunjukkan belanja masyarakat muslim dunia, selain haji dan umrah yang mencapai 137 milliar dolar AS pada tahun 2012. Diproyeksikan akan mencapai 181 milliar dolar ditahun 2018. Angka in menggambarkan besarnya potensi wisata syariah.[10] Faktor pendukung utamanya adalah penduduk Indonesia yang mayoritas muslim dengan beragam budayanya. Disadari atau tidak masyarakat Indonesia adalah pasar industri syariah terbesar didunia. Bahkan Malaysia, Singapura dan Thailand sudah menjadikannya sebagai target promosi wisatanya.
Keunggulan komparatif indonesia sangat besar. Dimulai dari letak geografisnya di khatulistiwa. keindahan alam terbentang dari pegunungan hingga pesisir pantai. Keragaman budaya, dari melayu, jawa, bugis, sunda, sasak, dan lain sebagainya semuanya mempunyai agama mayoritas yang sama yaitu islam. Disisi lain kuliner Indonesia juga sudah mendukung salah satu aspek pendukung wisata syariah yaitu penyediaan makanan halal namun belum terlabel dengan baik. Hal ini tentu harus dioptimalkan guna meningkatkan share wisata syariah Indonesia di tingkat internasional.
Tantangan terbesar dalam pengelolaan wisata syariah adalah bagaimana menciptakan konsep wisata yang terorganisir dan termanajemen dengan baik dari hulu ke hilir. Belajar dari Malayia, disana wisata syariah memilki ditjennya sendiri di pemerintahan yang dikenal dengan sebutan Islamic Tourism Center. Melalui lembaga ini Malaysia memposisikan diri sebagai leader dalam pengembangan wisata syariah dunia. Sedangkan Thailand yang telah memposisikan diri sebagai “Kitchen of the World”.  Menangkap peluang industri halal dengan slogan yang berbunyi “Halal Thailand to Kitchen of The world”. Hal ini menjadikan Thailand sebagai salah satu pengekspor produk halal didunia. Di jepang punya lembaga bernama Halal Development Foundation Japan (HDFJ).[11]
Di Indonesia kita belum bisa melihat lembaga yang secara khusus, mengembangkan konsep wisata syariah, terutama dari sisi promosi dan paket wisata syariah yang jelas. Melihat potensi indonesia diatas terlihat keunggulan komparatif dari sisi destinasi wisata dan budaya menjadi poin utama. Namun kurangnya informasi dan minimnya paket wisata yang menawarkan paket wisata yang komprehensif termasuk tentang maraknya industri halal di Indonesia, menjadi poin minus pengembangan wisata syariah.

B. 1.3. Potensi Gaya Hidup Halal di Indonesia.
Perkembangan Industri halal sejak milenium kedua kini tak lagi hanya menjadi konsumsi masyarakat Muslim saja, tetapi sudah menjadi isu global. Banyak negara maju di Asia, Australia, Eropa dan Amerika, telah mengkonsentrasikan diri pada bidang wisata halal, khususnya produk pangan halal. Hukum halal pada makanan, dalam Islam tidak hanya sekedar doktrin agama, tetapi justru menjamin makanan tersebut sehat dan aman yang secara ilmiah masuk akal (scientifically sound).[12]
Konsep halal dapat dipandang dari dua perspektif.[13]  Yang  pertama perspektif agama, yaitu sebagai hukum makanan sehingga konsumen muslim mendapat hak untuk mengonsumsi makanan sesuai keyakinannya. Ini membawa konsuekensi adanya perlindungan konsumen. Yang kedua adalah perspektif industri. Bagi produsen pangan, konsep halal ini dapat ditangkap sebagai suatu peluang bisnis. Bagi industri pangan yang target konsumennya sebagian besar muslim, maka tentu saja dengan adanya jaminan kehalalan produk akan meningkatkan nilainya yang berupa intangible value. Produk pangan yang kemasannya tercantum label halal akan meningkatkan daya tarik bagi konsumen muslim.
Sektor pangan merupakan salah satu bidang yang mendominasi perdagangan bebas. Iklim pangan global akan dipengaruhi dengan kuat oleh negara-negara yang mampu menguasai bisnis pangan dunia. Kompetisi perdagangan bebas menekankan pada harga dan kualitas.Sebuah teori kunci untuk perdagangan yang harus dipahami adalah pertumbuhan suatu bisnis sering tergantung pada daya saing yang kuat, dan secara bertahap membangun inti dari pelanggan setia yang dapat diperluas dari waktu ke waktu. Terciptanya kedaulatan pangan dalam negeri akan mnjadi urgensi kemampuan bangsa kita bersaing dalam perdagangan pangan global. Produk kita harus mampu bersaing dan dicintai rakyat Indonesia.
Agar industri pangan halal di negara kita dapat tumbuh dan berkembang pesat sehingga mampu mengimbangi perdagangan produk halal global, maka perlu kerja keras mendorong bangkitnya industri pangan halal Indonesia, yaitu adanya jaminan produk halal bagi konsumen agar memberikan ketenangan bathin bagi konsumennya. Jaminan produk yang dipasarkan ditandai dengan adanya sertifikat halal untuk produk tersebut.Sertifikasi halal akan membuat produk industri makanan semakin diterima dan semakin dipercaya untuk dikonsumsi masyarakat, sehingga mampu menggerakkan sektor riil dan menumbuhkan perekonomian nasional. Dalam hal ini, sertifikasi halal mempunyai hubungan yang signifikan terhadap daya jual produk pangan.Namun dengan majunya teknologi memudahkan orang untuk meniru dan memalsukan sertifikasi halal pada produk yang belum melalui sertifikasi halal. Untuk itu perlu adanya koordinasi yang berkesinambungan dari kementrian terkait agar kepercayaan konsumen atas produk halal tetap terjaga. Saat ini indeks kesadaran produk halal yang berkisar 70% pada 2009 meningkat menjadi 92% pada 2010, serta jumlah produk bersetifikat halal naik 100% dalam kurun waktu 2009-2010 Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM-MUI).
Banyak negara di dunia sudah menjadikan jaminan halal sebagai salah satu indikator jaminan mutu, baik di Eropa maupun di Amerika. Hal ini ditandai dengan begitu banyaknya lembaga pemeriksa halal yang bermunculan di berbagai negara. Di samping lembaga penelitian dan pengembangan produk, halal pun menjadi suatu kebutuhan dalam pengembangan industri produk. Produk dengan sertifikat halal dapat memberikan nilai tambah, tak hanya bagi kesehatan, tetapi juga pada nilai ekonomi. Di mana sertifikasi halal dapat memberikan daya saing, jadi otomatis sertifikat halal juga berfungsi menjadi alat pemasaran.
Komunikasi dan periklanan produk halal merupakan dua hal sejalan yang berkembang karena meningkatnya pertumbuhan pasar produk halal. Hal yang sama berlaku pada perusahaan-perusahaan produk halal di Eropa, beberapa majalah mempromosikan produk-produk mereka, dan terus mengembangkan merek halal dengan metode baru .
Perkembangan produk halal, telah membuka pintu secara luas bagi perusahaan dan lembaga pemeriksa produk halal dalam menyediakan layanan informasi dan komunikasi melalui media massa sepertisurat kabar, radio, televisi dan internet bagi konsumen.Pesatnya perkembangan pasar produk halal sangat didukung oleh ekonomi modern dan dinamis, sehingga berdampak pada gencarnya promosi di bidang produk halal. Dampaknya, halal lifestyle (gaya hidup halal) makin meningkat dan semakin saling mempengaruhi dalam bisnis produk halal global.
Nilai pertumbuhan rata-rata pasar produk halal yang mencapai tujuh persen per tahun, tren ini akan terus meningkat seiring dengan dinamika lima hal yang meningkatkan laju market pangan halal global[14], yaitu: pertumbuhan penduduk muslim, pasar utama untuk makanan halal; meningkatnya pendapatan di pasar utama untuk makanan halal; peningkatan permintaan untuk keamanan pangan; dan makanan berkualitas tinggi di pasar primer. Saat ini, produk halal menjadi belanja tertinggi di berbagai negara pada beberapa wilayah tertentu, termasuk bagi lima atau tujuh juta masyarakat Perancis dan Jerman (Ameur: 2011). Di Inggris, penduduk Muslim 4 % dari total penduduk, sedangkan ketersediaan produk daging halal mencapai 15 % dari seluruh daging yang dijual.
Ketertarikan masyarakat non Muslim mengkonsumsi daging berlabel halal didorong oleh faktor kualitas daging yang dinilai kaya rasa, lebih lembut, dan diyakini lebih aman dan lebih higienis.Pariwisata syariah juga merupakan bidang yang dapat dikembangkan seiring program sertifikasi halal. Di sini, kemajuan industri produk halal menjadi kunci dalam pengembangan wisata syari’ah.[15]
Hal ini menjadi peluang besar bagi produsen produk halal, baik bagi negara Muslim mau pun non Muslim, untuk berupaya mengembangkan dan meningkatkan produksi produk halal sehingga mampu berkompetisisi di pasar dunia. Untuk dapat mengambil peran dominan pada market pangan halal dunia, tentunya produk halal Indonesia harus mampu meyakinkan market halal dengan produk yang berkualitas. Salah satunya sertifikat halal yang melekat sebagai salah satu indikator kualitas produk dapat memberikan jaminan kualitas halal atas produk dimaksud. Ini akan menjadi kebutuhan akan terwujudnya kesiapan yang handal, tangguh serta ungggul dalam pembangunan dibidang produk halal domestik. [16]

B.2.Tinjauan Komparatif Wisata Syariah dan Konvensional di Indonesia
B.2.1. Peran Pemerintah dalam Perkembangan Industri Pariwisata Indonesia
Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Usaha Pariwisata disebutkan bahwa
1.      Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
2.      Sertifikasi Usaha Pariwisata adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha pariwisata untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan dan pengelolaan usaha pariwisata melalui audit.
3.      Standar Usaha Pariwisata adalah rumusan kualifikasi usaha pariwisata dan/atau klasifikasi usaha pariwisata yang mencakup aspek produk, pelayanan dan pengelolaan usaha pariwisata  Sertifikat Usaha Pariwisata adalah bukti tertulis yang diberikan oleh lembaga sertifikasi usaha pariwisata kepada usaha pariwisata yang telah memenuhi standar usaha pariwisata.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025. Disebutkan bahwa Daerah Tujuan Pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administrative yang di dalamnya terdapat Daya Tarik Wisata, Fasilitas Umum, Fasilitas Pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Serta Kawasan Strategis Pariwisata Nasional yang selanjutnya disingkat KSPN adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata nas ional yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.

B.2.2. Peran Pemerintah dalam Perkembangan Industri Wisata Syariah
Dalam Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah disebutkan bahwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, yang selanjutnya disebut DSN-MUI adalah bagian dari struktur kelembagaan MUI yang bertindak sebagai Lembaga Sertifikasi di bidang Usaha Pariwisata Syariah.
            Namun dalam praktiknya, sertifikasi itu dilakukan oleh lembaga khusus dan telah memiliki peran yang cukup membanggakan, lembaga sertifikasi halal Indonesia tersebut adalah LPPOM MUI. Didalam negeri sejak tahun 2005 hingga tahun 2013, LPPOM MUI telah mengeluarkan 6896 sertifikat halal, dengan jumlah produk mencapai 10.794 item dari 3901 perusahaan. Angka tersebut disinyalir akan terus bertambah, apalagi dengan adanya cabang LPPOM MUI di 33 provinsi diseluruh Indonesia.
Pada Juni 2011 silam Indonesia telah memproklamirkan diri sebagai Pusat Halal Dunia. Deklarasi tersebut sejalan dengan peran LPPOM MUI antara lain mendesain dan menyusun Sistim Sertfikasi Halal (SH) dan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang diadopsi lembaga-lembaga sertifikasi luar negeri.[17] Maka sejak itu LPPOM MUI menjadi pelopor dalam Sertifikasi Halal dan Sistem jaminan Halal secara Internasional. 

B.2.3. Sertifikasi Halal Untuk Industri Syariah
Persyaratan tentang sertifikasi halal tertuang dalam buku HAS 23000 (Kebijakan, Prosedur dan Kriteria). Secara ringkas ada 11 hal yang patut diperhatikan guna mendapatkan SJH (Sertfikat Jaminan Halal). Yaitu: Kebijakan Halal, Tim Manajemen Halal, Pelatihan dan Edukasi, Bahan yang Halal, Merk Produk, Fasilitas Produksi, Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis, Kemampuan Telusur (Traceability), penanganan Produk yang tidak memenuhi kriteria, Audit internal dan Evaluasi Manajemen.[18]
C. Analisa dan Sintesa
C. 1. Analisa Komparatif Industri Halal dalam Wisata Syariah dan Konvensional
Konsep syariah dalam bisnis islam memanjang sehingga mencakup seluruh zaman, melebar sehingga mencakup umat manusia dan mendalam mencakup urusan dunia dan akhirat (Hasan Al Banna). Islam adalah jalan hidup dan konsep hidup yang meliputi seluruh aspek, sebagi wujud ketaatan, pengabdian dan penyerahan diri kepada Sang Pencipta beserta seluruh risalahNya, agar selamat dan sukses dunia akhirat. Maka bisnis dalam islam tak hanya berorientasi pada bisnis semata, sehingga menempatkan suatu bisnis yang juga berorientasi kepada:
1.      Mewujudkan kemashlahatan Umat
2.      Mewujudkan Keadilan dan Pemerataan Pendapatan
3.      Membangun Peradaban yang Luhur
4.      Menciptakan Kehidupan yang seimbang dan Harmonis[19]
Sebenarnya orientasi diatas sejalan dengan trend dalam dunia bisnis sekarang, yang menempatkan posisi bisnis dititik yang optimum untuk pertumbuhan yang berkelanjutan (sustainable growth) antara Profit-People-Planet.
Perbedaan mendasar antara bisnis syariah dan konvensional adalah pada visi dan misinya. Pada bisnis syariah visinya ditekankan pada keimanan. Sedangkan misinya adalah berupa ibadah, jadi setiap aktivitasnya akan selalu bernilai ibadah. Sementara bisnis konvensional ideologinya adalah komersial dengan misi melakukan profesionalisme dalam produksi. sederhananya, bisnis syaraiah untuk mengejar profit diperlukan metode yang sesuai dengan syariah.
Tabel 3. Paradigma Bisnis Syariah dan Konvensional

SYARIAH
KONVENSIONAL
VISI
Iman
Ideologi Komersial
MISI
Amal/ Ibadah
Profesionalisme Dalam Produksi
METODOLOGI
Syariah
Common Management  Practice
Sumber : Riyanto Sofyan, 2013

Inti diagram diatas, visi sebagai perwujudan nilai keimanan dalam ideologi komersial tersebut. Contoh menjadi world class Hotel yang rohmatan lil’alamin. Misinya melalui perwujudan da’wah ibdah, dan amal sholeh, dengan membuat produk yang sesuai dengan ketentuan syariah yang disukai orang banyak, secara tidak langsung menjadi perwujudan menyeru kepada kebaikan dan amal sholeh.Jadi menjalankan bisnis dengan nilai etika tertentu. Misalnya sekarang yang juga sedang berkembang adalah green business, bisnis yang ramah lingkungan.Demikian pula bisnis syariah dijalankan dengan sangat memperhatikan nilai etika dan keimanan dalam islam.
Tabel 4. Perbandingan Pariwisata Syariah dengan lainnya.
No
Item Perbandingan
Konvensional
Religi
Syariah
1
Obyek
Alam, budaya, Heritage, Kuiner
Tempat Ibadah, Peninggalan Sejarah
Semuanya
2
Tujuan
Menghibur
Meningkatkan Spritualitas
Meningkatkan Sprituaitas dengan cara menghibur
3
Target
Menyentuh kepuasan dan kesenangan yang berdimensi nafsu, semata-mata hanya untuk hiburan
Aspek spiritual yang bisa menenangkan jiwa. Guna mencari ketenangan batin
Memenuhi keinginan dan kesenangan serta meumbuhkan kesadaran beragama
4
Guide
Memahami dan menguassai informasi sehingga bisa menarik wisatawan tterhadap obyek wisata
Menguasai sejarah tokoh dan lokasi yang menjadi obyek wisata
Membuat turis tertarik pada obyek sekaligus membangkitkan spirit religiutas wisatawan. Mampu menjelaskan fungsi dan peran syariah dalam bentuk kebahagiaan dan kepuasan batin dalam kehidupan manusia.
5
Fasilitas Ibadah
Sekedar pelengkap
Sekedar pelengkap
Menjadi bagian yang menyatu dengan obyek pariwisata, ritual ibadah menjadi bagian paket hiburan
6
Kuliner
Umum
Umum
Spesifik yang halal
7
Relasi dengan Masyarakat dilingkungan Obyek Wisata
Komplementar dan Hanya untuk keuntungan materi
Komplementar dan Hanya untuk keuntungan materi
Integrated, interaksi berdasar pada prnsp  syariah
8
Agenda Perjalanan
Setiap Waktu
Waktu-waktu tertentu
Memperhatikan waktu
Sumber: Dr. Ngatawi Al Zaztrow, 2013[20]

Prinsip industri  pariwisata syariah adalah untuk semua orang dalam segala bentuk produk pariwisata dengan tetap memperhatikan nilai-nilai yang tidak bertentangan dengan syariah

C.1.1. Peluang Industri Halal di Indonesia
Menurut Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan BPH DSN MUI, Pariwisata Syariah memiliki kriteria sebagai berikut:
1.      Berorientasi pada kemashlahatan umum
2.      Berorientasi pada pencerahan, penyegaran dan ketenangan
3.      Menghindari kemusyrikan dan khurofat
4.      Menghindari maksiat, seperti zina, pornografi, pornoaksi, minuman keras, narkoba dan judi.
5.      Menjaga prilaku, etika dan nilai luhur kemanusiaan seperti tidak bersikap hedonis dan asusila
6.      Menjaga amanah, keamanan dan kenyamanan
7.      Bersifat universal dan inklusif
8.      Menjaga kelestarian lingkungan
9.      Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan kearifan
Bila ke 9 Kriteria diatas di Internalisasikan dalam Usaha penyedia makanan dan minuman maka seluruh restoran, kafe, dan jasa boga di obyek wisata syariah harus terjamin kehalalan makanan yang disajikannya, sejak dari bahan baku hingga proses penyediaan bahan baku dna proses memasknya. Salah satu upaya pemerintah adalah dengan melakukan sertifikat halal dari LP POM MUI. Namun untuk standar dasarnya dapat dilihat dari 3 kriteria dibawah:
1.      Terjamin kehalalan makanan dan minuman dengan sertifikat halal MUI
2.      Ada jaminan halal dari MUI setempat, tokoh musim atau pihak terpercaya, dengan memenuhi ketentuan yang akan ditetapkan salanjurtnya.
3.      Lingkungan yang tejaga baik dari sisi kesehatan dan kebersihan.
Contoh Penyedia Makanan dan Minuman Halal :
1. Restoran Halal Padi, Amerika
Dengan konsentrasi komunitas Indonesia tertinggi bermukim di daerah pantai barat Amerika, ditambah cukup terbukanya warga amerika di daerah ini akan makanan khas non Amerika, tak heran kalau banyak restoran Indonesia yang berkembang, terutama di negara bagian California.  Padi adaah restoran indoesia di Barkeley, tak jauh dari kota San Fransisco. Restoran ini menyajikan menu Indonesia halall. Sang Pemilik Jummy sujanto menyebutkan restoran ini dibuat untuk membidik warga Amerika setempat dengan menawarkanmasakan halal berkualitas cepat saji.
2. Restoran halal di Korea
Meningkatnya kunjungan turis muslim di Korea membuat banyak restoran di negara itu yang mulai menyediakan makanan halal. Berdasarkan buku Restaurant Guide for Muslim Visitors to Korea terbitan Korea Tourism Organization terdapat sejumlah restorna yang menyediakan makanan khas korea yang halal. diantaranya adalah Libok, Pulhayanggi dan Balwoo Gongyang.[21] Balwoo gongyang adalah salah satu restoran korea yang terkenal dengan menu vegetarian. Sehingga semua makan yang berada disana terjamin kehalalannya karena kebanyakan berbahan dsar sayuran. Balwoo gongyang berlokasi di Gyeonji-dong, Jongno gu, Seoul.
Melihat kondisi ekonomi di Asia yang diperkirakan akan terus mengalami lonjakan, plus dengan potensi jumlah penduduk khususnya di kawasan Indonesia dan Malaysia, potensi makanan halal berkembang menjadi industri akan semakin besar.Penilaian ini diungkapkan Mohd Fuad Mohd Saleh PhD, ia melihat potensi bisnis yang cukup besar jika kedua negara bekerjasama dalam bisnis makanan halal tersebut. Apalagi mengingat besarnya konsumsi di tingkat lokal maupun regional. Dengan mengacu pada besarnya pendapatan pada industri makanan, Mohd Fuad Mohd Saleh juga menilai adanya peluang yang sangat besar pada industri halal (halal industri)[22]
.
C.1.2. Analisa Segmentasi Pasar Wisatawan (Moslem or Non Moslem)
Untuk bisa mengetahui segmentasi pasar dari wisata syariah terlebih dahulu kita harus mengenal karakter wisatawan potensial bagi industri halal ini.  Data dan survey yang rinci dan valid mengenai hal ini masih sulit didapat dari otoritas tourism seperti Worl Travel & Tourism Council (WTTC) tetapi secara garis besar berdasarkan salah satu praktisi wisata syariah Riyato Sofyan, dapat dikategorikan menjadi empat (4) karakteristik yang berbeda, yaitu:[23]
·         Middle East (timur Tengah). Wisatawan dari kawasan ini lebih menyukai wisata alam dan rehat diresort. Mereka lebih banyak menghabiskan waktunya dipegunungan, pantai dan spa. Wisata belanja (shopping) dan kuliner timur tengah termasuk yang harus tersedia dalam paket wisatanya. Hote bintang 4 dan 5 sealu menjadi pilihan utama atau full service apartement. Biasanya selama liburan mereka membawa keluarga besarnya, dan jangka waktunya biasanya cukup lama. Karakternya tidak mau repo, semua harus ditangani tour operator.
·         Asia Tenggara. Wisatawan dari wilayah ini lebih senang jaan-jalan (sight seeing) dan belanja. Para wisatawan juga suka paket ziarah jejak Islam, wisata hari raya qurban, wisata spiritual ke lokasi peninggalan sejarah islam seperti masjid dan lainnya. Juga gemar mengikuti pengajian yang dibawakan ulama ternama seperti Aa Gym, ysusuf Mansur. Namun demikian mereka juga menyukai oaket wisata alam, terutama yang mendukung gaya hidup islami mereka.
·         China dan India. Kalangan wisatawan muslim dari wilayah ini juga suka melakuan sight seeing dan shopping. Juga paket wisata heritage, wisata aam, wisata ziarah jejak islam hingga komunitas Islam dinegri yang dikunjungi.
·         Amerika dan Eropa. Wisatawan muslim atau non muslim dari eropa biasanya berasal dari jerman, prancis, Inggris, turki dan Rusia. Hampir mrip dengan wisatwan dari china danIndia, mereka tipe yang gemar sight seeing tapi cenderung lebih untuck memahami budaya, ketimbang foto-foto. Shopping produk lokal, wisata alam, wisata ziarah serta komunitas Islam. Juga wisata laut dan gunung yang berbau petualangan sangat mereka gemari.
            Untuk memenuhi kebutuhan wisatawan muslim sebenarnya tidaklah sulit. Secara sederhana bisa dibagi 3 tingkatan yaitu:[24]
1.      Need to have, ini biasanya berupa kebutuhan akan makanan dan minuman yang terjamin kehalalannya baik bahan dan dapur yang digunakan yang dijamin oleh otoritas ulama setempat serta ketersidiaan penunjuk arah sholat serta srana tempat shlat yang suci dan layak.
2.      Good to have. Ini berupa ketersidiaan kamar kecil yang menggunakan air mengalir untuk bersuci jug adanya layanan yang mendukung pelaksanaan ibadah puasa seperti tersedianya makan sahur dan puasa saat momen ramadhan.
3.      Nice to have. Yaitu seperti lingkungan yang bebas maksiat, seperti judi, poker, berjemur dengan bikini dialam terbuka serta aktivitas lain yang tidak melanggar syariah.
            Dari penjelasan diatas, dapat dilihat pertimbangan terhadap makanan halal menjadi isu utama bagi wisatawan muslim. Dalam survey yang dilakukan crescentrating terhadap wisatawan muslim. Ketika diajukan pertanyaan “secara keseluruhan, apa yang paling penting bagi anda saat bepergian untuk wisata?”. Lebih dari 60 % menjawab makan halal, diikuti oleh harga secara keseluruhan sebesar 53 %, paket pengelolaan muslim Friendly 49% dan Hotel Syariah 37%.[25]

C.2. Sintesa Industri Halal dalam Wisata Syariah dan Konvensional
Secara Bahasa, sintesa berarti Sintesis, berasal dari bahasa Yunani (syn = tambah dan thesis = posisi) yang biasanya berarti suatu integrasi dari dua atau lebih elemen yang ada yang menghasilkan suatu hasil baru. Istilah ini mempunyai arti luas dan dapat digunakan ke fisika, wikipedi, dan fenomenologi. Dalam dialektik sintesis adalah hasil akhir dari percobaan untuk menggabungkan antara thesis dan antithesis. (id.wikipedia.com) Sedangkan menurut pengertian lain Sintesa : Perpaduan dua atau lebih unsur kebudayaan yang berbeda dalam kaijain ilmu social.
            Mengacu pada penjelasan diatas, berarti bagaimana mengintegrasikan antara wisata syariah dan konvensional dalam hal ini difokuskan pada industri halal. Pada hakiaktnya dalam Islam halal itu jelas dan haram juga jelas dan diantara keduanya adalah syubhat (ragu-ragu). Dan keraguan adalah hal yang dihindari bagi seorang muslim. Namun kita juga tak boleh menutup mata perkembangan wisata konvensional lebih dulu berkembang ketimbang wacana wisata syariah. Selama orientasi bisnis itu adalah falah yaitu kesejahteraan yang holistik, individual maupun sosial, dunia maupun akhirat.
            Namun pada prakteknya Indonesia sudah lama menerapkan wisata syariah terutama dari ketersidiaan produk pangan yang halal. Hal itu sudah tercermin nyata dari gaya hidup masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Namun factor sosislaisasi dan promosi menjadi oin minus disini. Belajar dari Bali dimana pulau tersebut sangat minim penduduk muslimnya,tapi malah menjadi tujuan wisata utama wisatawan muslim di Malaysia. Artinya disini Bali unggul dari sisi brand, promosi dan sosialisasi yang sudah mendunia. Dengan adanya kunjungan wisatawan muslim, para praktisi wisata disana langsung merespon dengan menyediakan layanan yang mereke butuhkan. Pola serupa juga terjadi di Thailand, Jepang dan Negara minoritas Muslim lainnya.
            Artinya dalam pengembangan wisata syariah terutama produk pangan halal, kita harus banyak belajar dari konsep wisata konvensional terutama dalam hal promosi, paket wisata dan layanan. Lombok katakanlah, secara alam lebih unggul, alami dan indah dari bali, secara budaya jauh lebih islami. Namun karena kurangnya promosi, jumlah wisatwan yang berkunjung disini juga masih minim. Di Bali umat hindu mampu menjadikan tradisi dan ritual agamanya sebagai daya arik wisatwan asing. Pertanyaannya kenapa daerah lain yang mayoritas muslim tak mampu menjadikan rutinitas keislamannya sebagai daya tarik wisata. Hal inilah yang harus sama-sama kita benahi, Indonesia waaupun mayoritas beragama Islam namun hanya sedikit yang menerapkan gaya hidup Islami. Gaya hidup kebarat-baratan, Korea Waves dan lain sebagainya malah membuat citra Indonesia dipandang sebelah mata.
Maka dari itu dengan mengusung tema wisata Syariah, mari kita kembali menerapkan gaya hidup islami yang sesuai dengan tuntunan syar’i, disamping tetap menjaga keluhuran budaya lokal. Sehingga Indonesia benar-benar mampu menyajikan suguhan wisata islam yang terintegarsi total dari produk pangan, lingkungan, dan ritual ibadah dalam kehidupan sehari - hari. Bila prilaku gaya hidup islami ini sudah tercermin dalam sanubari 87% masyarakat Indonesia yang Muslim, maka bentuk promosinya pun akan mudah. Tak perlu banyak konsep, yang penting jelas dan terukur antara potensi dan segmentasi.
Selain itu konsep sadar wisata juga harus didukung oleh edukasi terhadap wisatawan untuk menghargai budaya lokal dan keasrian alam. Di Indonesia dengan beragam potensi wisata alam, banyak dari para petualang yang memnag sengaja tidak mau mempromosikan suatu destinasi wisata, demi menjaga kelestarian budaya dan keindahan alamnya.

C.2.1. Keunggulan Produk Pangan Halal dibanding Non Halal
Dalam Alquran disebutkan:
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (Al Baqoroh 168)
Ayat diatas mengisyaratkan kepada muslim bahwa makanan yang layak dikonsumsi adalah yang halal dan thoyyib saja. Artinya yang baik, berasal dari bahan yang baik, proses yang baik , pengolahan yang baik hingga tata cara konsumsi yan baik. Hal ini secara simultan akan menjaga kesehatan dan stabilitas psikologi seseorang untuk menghargai, bersikap yang baik-baik saj, sehingga tercipta masyarakat yang harmonis berbeda dengan produk haram. Alkohol, babi, darah dan penyembelihan binatang bukan dengan nama Allah adalah beberapa bahan dan proses yang menjadikan produk pangan itu haram. Secara logika umum saja, semua akan setuju bahwa alkohol itu tidak baik bagi umat manusia karena ada kecenderungan yang merusak yang sangat dilarang oleh agama dan norma social. Itulah diantara bebrapa keunggulan produk halal dari sisi medis dan social.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 tahun 1999 Tentang Label dan iklan pangan, Pangan halal adalah pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, baik yang menyangkut bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, bahan bantu dan bahan penolong lainnya termasuk bahan pangan yang diolah melalui proses rekayasa genetika dan iradiasi pangan, dan yang pengelolaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan hokum agama Islam.
Dari sisi ekonomi. Bagi konsumen, terutama konsumen muslim, keuntungan dari produk  yang bersertifikat halal adalah menjaga keamanan dan ketenangan batin dalam mengkonsumsi dan menggunakan produk tersebut. Mendapat kepastian dan jaminan halalnya suatuu produk yang ia konsumsi. Sertifikat halal memberikan keuntungan bagi semua konsumen, termasuk non muslim, karena halal tidak saja berarti kandungannya halal namun juga diproses dengan cara yang ber-etika, sehat dan baik.
Bagi produsen apabila produknya telah bersertifikat halal Halal adalah salah satu bentuk kewajiban sosial dan dapat meningkatkan kepercayaan dan loyalitas konsumen. Sertifikat halal membuka peluang eksport yang luas, produk yang telah bersertifikat halal memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan perusahaan pangan lainnya.
Sertifikasi halal diperlukan untuk memproduksi produk-produk untuk konsumen produk halal yang saat ini mencakup konsumen muslim dan juga non-muslim yang ingin menjaga kesehatannya dengan menjaga makanannya. Saat ini terdapat 1,4 milyar penduduk muslim dan jutaan konsumen non-muslim lainnya yang memilih untuk mengkonsumsi produk halal. Dengan mensertifikasi kehalalan produk, produk tersebut mendapat kesempatan untuk menembus pasar pangan halal yang diperkirakan bernilai sekitar 150 hingga 500 milyar USD.Logo halal merupakan tiket diterimanya produk dalam komunitas konsumen halal di seluruh dunia.
Secara singkat, keuntungan memperoleh sertifikat halal adalah:[26]
1.      Kesempatan untuk meraih pasar pangan halal global yang diperkirakan sebanyak 1,4 milyar muslim dan jutaan non-muslim lainnya.
2.      Sertifikasi Halal adalah jaminan yang dapat dipercaya untuk mendukung klaim pangan halal.
3.      100% keuntungan dari market share yang lebih besar: tanpa kerugian dari pasar non-muslim.
4.      Meningkatkan marketability produk di pasar/negara muslim.
5.      Investasi berbiaya murah dibandingkan dengan pertumbuhan revenue yang dapat dicapai.
6.      Peningkatan citra produk.

C.2.2. Prospek Industri Halal bagi Ekonomi Indonesia
Menurut Tajudin Pogo, besarnya pangsa pasar di industri makanan halal memproyeksikan adanya keuntungan pada perkembangan industri tersebut. Tetapi tidak serta merta dapat dijalankan dengan mudah. Dalam bisnis, termasuk industri makanan halal ada tantangan didalamnya. Belum lagi, industri makanan halal dihadapkan pada kompetitor dari negara-negara kapital yang cukup besar seperti New Zealand dan Australia serta beberapa negara lainnya. Dimana negara-negara maju tersebut telah menggaet sebagian besar pasar di banyak negara.
Untuk itu, perlu adanya strategi dalam mengembangkan industri makanan halal itu. Paling tidak harus ada beberapa unsur yang dipenuhi dalam mengupayakan percepatan pengembangan industri makanan halal, antara lain: industri, pemerintah, lembaga sertifikasi, dan akademisi yang berperan aktif dan membuat kerjasama yang baik dengan industri. [27]
Diantara prosepek industri halal diindonesia yang patut dikembangkan adalah:
1. Restoran dan Wisata Kuliner Halal
Berdasarkan data dari dakwatuna.com hingga akhir tahun 2013 terdapat 32 restoran halal yang sudah tersertifikasi MUi Pusat. [28]Semuanya rata-rata adalah restoran besar yang memilki cabang yang cukup banyak didaerah. Peran restoran dan wisata kuliner ini memliki urgensi, karena unit usaha bisnis inialah yang menjadi tombak dari industri halal, terutama produk pangan yang bersifat makanan sehari-hari. Secara garis besar peluang pasar di unit usaha ini ada 2 yaitu makann pokok harian dan makanan sampingan yang sifatnya tambahan.
Wisata kuliner lebih cenderung masuk dibidang pasar yang kedua, yang dijual adalah keunikan dari segi bentuk dan cita rasa yang membuat wisatwan penasaran. Hal ini tentu sudah sangat banyak di Indonesia, dengan adanya labelisasi halal yang didukung pemerintah tentu pangsa pasar akan bertambah. Sedangkan untuk kategori restoran lebih masuk pada segmen pasar yang pertama. Tak perlu unik dank has yang penting sesuai kebutuhan konsumen, seperti restoran timur tengah untuk wisatawan timur tengah dan restoran padang untuk wsiatwan dari Malaysia yang berkunjung di bali.  
2. Supermarket Halal
Dewasa ini tumbuh subur beragam pusta perbelanjaan baik dari kategori yang besar seperti Carrefour, Giant dan Lotte Mart hingga Minimarket seminsal Alfamarat dan Indomaret. Hal menunjukkan indikasi bahwa sikap konsumsi akna kebutuhan sehari0hari masyarakat Indonesia banyak diserap oleh pusat perbelanjaan tersebut. Namun hendaknya pembeli juga harus lebih teliti dan cermat terutama dalam memilah dan melilih produk jelas kehalalnnya.
Hingga saat ini, masih sedikit took berlabel halal yang hanya menjajkan produk halal. Jadi tak akan ditemukan alcohol atau barang haram lainnya. Sebuah toko disebut halal apabila semua produk yang dijualnya dalah produk yang bersetifikat halal, termasuk juga prosesnya, aik dari perhitungan dan transkasi keungan yang berlandasakn syariah. Misalnya menjunjung nilai kejujuran, mengedepankan transparansi yang dilandasai akuntabilitas yang professional.[29]
3. Kawasan Industri Halal
Salah satu Penunjang bagi pengembangan Industri halal di tanah air adalah bagaimana diwujudkan sebuah kawasan khusus semacam OVOP yang menangani industri halal. Hal ini penting sebagai upaya menggali dan mengembangkan potensi wisata syariah secara luas. Di Malaysia sejak tahun 2004 telah mengembangkan kawasan khusus yang menampung berbagai industri bersertifikasi halal. Hal senada juga telah dilakukan Uni Emirat Arab (UEA). Saat ini otoritas Dubai sedang membangun dan mengembangkan sebuah kawasan industri halal dilahan seluas lebih dari 100 hektar. Kawasan ini khusus untuk menampung semua industri yang berserfikasi halal. Kawasan tersebut juga akan dilengkapi dengan perlngkapan canggih dan modern, dari pengolahan, hingga jadi produk siap pakai. Dari packaging hingga proses sertifikasi halal dilakukan dalam satu atap.[30]
            Sedangkan di Indonesia kini Dirjen Pemasaran dan Pengembangan Industri, kementrian Indusri sedang menyiapkan konsep pengembangan kawasan industri halal di Indonesia bekerja sama dengan MUI. Dilihat dari segi apapun seharusnya Indonesia dapat berkkembang lebih cepat  dalam mengembangkan industri halal tersebut. Semua tergantung political will pemerintah. Sindrom yang banyak berkembang dimasyarakat adalah sesuatu yang berbau syariah atau halal malah memuat hal itu itudak laku.  Padahal menurut wapres jusuf kalla labelisasi hala sudah terbukti semakin memberikan ketentraman dan kenyamanan kepada public dan wisatawan. Di negara muslimnya minoritas seperti Thailand Singapura, Jepang, hongkong, perhatian terhadap wisata halal begitu besar. Sehingga mereka dapat maju dan berkembang dengan mengmbnagkan industri tersebut.

Kesimpulan
Perkembangan Industri halal sejak milenium kedua kini tak lagi hanya menjadi konsumsi masyarakat muslim saja, tetapi sudah menjadi isu global karena di banyak negara maju di Asia, Australia, Eropa dan Amerika, telah mengkonsentrasikan diri pada bidang wisata halal, khususnya produk pangan halal. Hukum halal pada makanan, dalam Islam tidak hanya sekedar doktrin agama, tetapi justru menjamin makanan tersebut sehat dan aman yang secara ilmiah masuk akal (scientifically sound).
Di Indonesia saat ini indeks kesadaran produk halal yang berkisar 70% pada 2009 meningkat menjadi 92% pada 2010, serta jumlah produk bersetifikat halal naik 100% dalam kurun waktu 2009-2010 (LPPOM-MUI). Bahkan sejak Juni 2011 silam Indonesia telah memproklamirkan diri sebagai Pusat Halal Dunia. Deklarasi tersebut sejalan dengan peran LPPOM MUI yang antara lain mendesain dan menyusun Sistim Sertfikasi Halal (SH) dan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang diadopsi lembaga-lembaga sertifikasi luar negeri. Maka sejak itu LPPOM MUI menjadi pelopor dalam Sertifikasi Halal dan Sistem jaminan Halal secara Internasional, dimana persyaratan tentang sertifikasi halal tertuang dalam buku HAS 23000 (Kebijakan, Prosedur dan Kriteria) yang secara ringkas ada 11 hal yang patut diperhatikan guna mendapatkan SJH (Sertfikat Jaminan Halal) yaitu: Kebijakan Halal, Tim Manajemen Halal, Pelatihan dan Edukasi, Bahan yang Halal, Merk Produk, Fasilitas Produksi, Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis, Kemampuan Telusur (Traceability), penanganan Produk yang tidak memenuhi kriteria, Audit internal dan Evaluasi Manajemen.
Seiring dengan itu pergantian presiden dan pemerintahan pada tahun 2014 lalu memiliki concern yang tinggi pada pengembangan industri pariwisata nasional.  Presiden Jokowi menekankan ada empat sektor yang menjadi prioritas diantaranya adalah kemaritiman, ketahanan pangan, energi terbarukan dan pariwisata. Dengan adanya pariwisata menjadi fokus dari pemerintahan Jokowi secara tidak langsung pariwisata syariah masuk dalam progam dan visi pembangunan pemerintah. Menurut mantan wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Sapta Nirwandar, Indonesia memiliki peluang besar, baik dari segi ketersediaan pasar dan ketersediaan sumber daya yang akan dikembangkan. Peluang inilah yang saat ini seharusnya bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh pelaku industri syariah di Indonesia.


Referensi

Al-Quranul Karim
Ahmad Sapudin, Fajar, Adi dan Sutomo. 2014. Analisis Perbandingan Hotel Dan Pariwisata Syariah Dengan Konvensional. Maklah EMS MB IPB.
Basuki Antariksa. 2011. Peluang Dan Tantanganpengembangan Kepariwisataan Di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kepariwisataan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
Dr. Ngatawi Al Zaztrow. 2013. Konsep Dasar Wisata Syariah. Dipresentasikan dalam Pendidikan Dan Pengembangan Sdm Wisata Syariah di Unipdu Jombang
Drs.H.Oka A dan Yoeti, MBA.1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung. Angkasa.
Heri Sucipto & Fitria Andayani. 2014. Karaktek, Ptensi, Prospek dan tantangannya WIsata Syariah. Grafindo Book Media Jakarta
Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesianomor 2 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah
Riyanto Sofyan, 2013. Prospek Bisnis Pariwisata Syariah. Jakarta. Buku Republika
State of The Global Islamic Economy 2013 Report, Thomson Reters 2013.
Sucipto, Peluang Wisata Syariah, Republika 11 Agustus 2014.
Twaigey S. And Spillman D. 1989. An Intorduction to Muslim Dietary Laws. Food Technology.
Yaakob b. Che Man. 2008. Analysis of consumer products for halal authentication, International Halal Certification Dialogue, 28-28 October 2008, KLCC, Kuala Lumpur. Universiti Putra Malaysia. Dikases dari http://www.hdcglobal.com.

Internet:
Lady Yulia. 2015. Gaya Hidup Halal Kian Mendunia. Mirajnewscom. Diakses Februari 2015.
Halal Lifestyle. http://bimasislam.kemenag.go.id diakses 2 Februari 2015
Maul. 2014. Masjid Sebagai Poros Wisata Syariah di Jakarta. http://jakarta.kompasiana.com diakses 2 Februari 2015
I Made Ashdiana. 2015. Inilah 9 Destinasi Syariah di Indonesia. Travel.kompas.com diakses Jan 2015
Korea Street guide – Halal Koren Food, halalmedia.net diakses Februari 2015
Repubilka.co.id Prospek Wisata Halal Di Indonesia diakes 2 Februari 2015
Cresecentrating.com diakses 27 Januari 2015
Republika.co.id diakses 2 Februari 2015
www.halalguide.info diakses 3 Februari 2015
www.halalmui.org diakses tanggal 2 Februari 2015
Dagangasia.net 2011
travel.okezone.com, 2014
dinarstandard.com
Parekraf.go.id, 2014





[1]Basuki Antariksa. 2011. Peluang Dan Tantanganpengembangan Kepariwisataan Di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kepariwisataan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
[2] Ibid
[3] Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesianomor 2 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah
[4]Drs.H.Oka A dan Yoeti,MBA.1996.Pengantar Ilmu Pariwisata.Bandung : Angkasa.
[5] travel.okezone.com, 2014
[6] Maul. 2014. Sinergisitas Antar Masjid Sebagai Poros Wisata Syariah di Jakarta. http://jakarta.kompasiana.com
[7] I Made Ashdiana. 2015. Inilah 9 Destinasi Syariah di Indonesai. Travel.kompas.com daikses Januari 2015
[8] Parekraf.go.id, 2014
[9] Ahmad Sapudin, Fajar, Adi dan Sutomo. 2014. Analisis Perbandingan Hotel Dan Pariwisata Syariah Dengan Konvensional. Maklah EMS MB IPB.
[10]State of The Global Islamic Economy 2013 Report, Thomson Reters 2013.
[11] Sucipto, Peluang Wisata Syariah, Republika 11 Agustus 2014.
[12] Twaigey S. And Spillman D. 1989. An Intorduction to Muslim Dietary Laws. Food Technology hal 88-90
[13] Yaakob b. Che Man. 2008. Analysis of consumer products for halal authentication, International Halal Certification Dialogue, 28-28 October 2008, KLCC, Kuala Lumpur. Universiti Putra Malaysia. Dikases dari http://www.hdcglobal.com.
[14] Dagangasia.net 2011
[15] Lady Yulia. 2015. Gaya Hidup Halal Kian Mendunia. Mirajnewscom. Diakses Februari 2015.
[16] Halal Lifestyle. http://bimasislam.kemenag.go.id diakses 2 Februari 2015
[17] Halalmui.org diakses tanggal 2 Februari 2015
[18] Hery Sucpto dan Firia Andayani. WIsata Syariah. Hal 313-314
[19] Riyanto Sofyan, 2013. Prospek Bisnis Pariwisata Syariah. Buku Republika Hal 52
[20] Dr. Ngatawi Al Zaztrow. 2013. Konsep Dasar Wisata Syariah. Dipresentasikan dalam Pendidikan Dan Pengembangan Sdm Wisata Syariah di Unipdu Jombang
[21] Korea Street guide – Halal Koren Food, halalmedia.net diakses Februari 2015
[22] Repubilka.co.id Prospek Wisata Halal Di Indonesia diakes 2 Februari 2015
[23] Riyanto Sofyan, 2013. Prospek Bisnis PAriwista Syariah. Buku Republika Hal 44
[24] Cresecentrating.com diakses 27 Januari 2015
[25] Ibid 18
[26]www.halalguide.info diakses 3 Februari 2015
[27]www.Republika.co.id diakses 2 Februari 2015
[28]www.dakwatuna.com diakses 3 februari 2015
[29]Heri Sucipto & Fitria Andayani. 2014. Karaktek, Ptensi, Prospek dan tantangannya WIsata Syariah. Hal 217
[30]Ibid hal 218

1 komentar:

  1. Patut diapresiasi tulisan ini, saya harap ini diterbitkan di jurnal internasional yang terindeks scopus. Bagaimana jika kita kolaborasi untuk hal tersebut. lebih lanjut bisa kita diskusikan melalui email : hisamahyani@gmail.com

    BalasHapus